Selamat Datang di Taman Hatiku ^_^

Here on my blog, just try to share everything just crossed my minds, my thoughts, my feelings, my experience, and my knowledge, because I'm sure I can learn something when I'm share something. That's called "Spirit of Learning by Sharing"


"Kesulitan tidak akan begitu sulit jika kita mengatasinya sedikit demi sedikit. Selain itu semakin cepat kita menyadari hikmah yang kita peroleh dari pengalaman itu, maka semakin mudah bagi kita untuk menghadapinya"

^Diah Murwati^

Mengenai Saya

Foto saya
Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang anak yang sangat mencintai kedua orangtua saya. Saya hanya seorang kakak yang sangat mencintai kedua adik-adik saya dan Saya ingin membuat mereka bangga karena memiliki saya.. itu saja. Cukuplah Al Qur'an sebagai teman, Syukur-lkhlas-sabar sebagai pengiring, dan Kematian sebagai peringatan. Semoga Allah meridhai.. "Life is not to receive, but it's about a gift" Tumbuh dan mencintalah! Semoga napas yang kumiliki bisa bernilai untuk napas-napas yang lain... ^_^ Jika ini adalah sebuah perjalanan jauh, maka akan kupacu diriku tanpa mengenal lelah, belajar mengarungi hidup seperti air yg mengalir, menciptakan atmosfer yg penuh kasih sayang sebagai tempat bersandar bagi orang yg kelelahan layaknya Fillicium, Insya Allah... I learned a lot from my family, my friends and life it self. My hope: I want to be a big people who have high integrity, eclectic and useful for wide society, or other name "khoirun nas anfa'uhum lin nas". Aamiin..

Selasa, 24 Desember 2013

Catatan kecil buat Ibu, Calon Ibu, dan Anak Ibu




22 Desember di Indonesia diperingati sebagai Mother's Day - Hari Ibu. Kita tidak tahu darimana datangnya itu, yang jelas seharusnya Hari Ibu bukan alasan untuk baik pada ibu pada satu hari saja, karena mereka layak mendapatkan itu dari kita setiap harinya.

Jadi, Hari Ibu seharusnya bukan ajang "pamer" perhatian pada ibu pada satu hari saja, namun lebih kepada pengingat bagi ibu dan bagi anak-anak ibu untuk menghormati dan memuliakan posisi sebagai seorang Ibu.

Maka setidaknya ada hal-hal yg harus diingat oleh ibu & calon ibu :

1. Islam memandang ibu adalah pendidik utama anak

Dalam hadits disebutkan : "Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?" Rasulullah menjawab, "Ibumu." "Kemudian siapa?" tanyanya lagi. "Ibumu," jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, "Kemudian siapa?" "Ibumu." "Kemudian siapa?" tanya orang itu lagi. "Kemudian ayahmu," jawab Rasulullah (HR. Bukhari dan Muslim)

Disini ibu disebutkan Rasulullah 3x baru ayah 1x. Kalau boleh mengambil permisalan, maka seharusnya ibu punya tanggung jawab 3x lipat dari ayah. Ibu lah yang mendidik anak-anaknya dalam porsi yang lebih besar. 

>> Semakin baik kualitas ibu, semakin baik generasi yang dihasilkan <<


2. Islam menaruh ibu sebagai orang nomor satu ditaati setelah Allah dan Rasul-Nya

Posisi ini juga bukan posisi yang sembarangan, ini posisi yang sangat mulia. Islam lewat 'birrul walidain' menggariskan bahwa posisi orang tua adalah paling tinggi setelah Allah dan Rasul-Nya. Dan ketaatan kepada mereka disamakan dengan ketaatan pada Allah, dan murka mereka sama seperti murka Allah

Dalam kenyataan, masih banyak kita temukan orangtua, terutama ibu yang justru melarang anaknya berbuat baik, bahkan mensponsori keburukan. Melarang anaknya berkerudung dan berjilbab atau bahkan yang paling miris meminta anaknya melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan dalam agama

Bayangkan, bagaimana yang terjadi pada generasi Islam bila orangtuanya semacam ini? Subhanallah...

Seharusnya sebagai orang yang paling ditaati setelah Allah dan Rasulullah, ibu menjadi tiang utama dalam mengajarkan amar ma'ruf dan nahi munkar bagi anaknya. Menjadi teladan hidup bagi anak-anaknya dalam perjuangan Islam


3. Ibu lebih memerlukan ilmu dalam mendidik anak-anaknya, karena itu ibu harus lebih banyak ikutan majelis ta'lim (majelis ilmu)

Anak akan menyerap apapun yang dikatakan ibunya, karena ibunya adalah patron baginya. Ada ibu-ibu yang beralasan bahwa dia terlalu sibuk, terlalu banyak kerjaan untuk mengikuti majelis ta'lim dan mengkaji Islam

Justru sebaliknya, semakin banyak kita memiliki anak, maka semakin banyak ilmu yang perlu kita siapkan. Dan ilmu tidak mungkin ada tanpa kita cari dan kita kaji

Membesarkan anak tanpa ilmu sama saja menuntunnya ke depan jurang kehidupan. Dan mencari ilmu dalam mendidik anak (walaupun sulit), akan memudahkan urusan kita di alam kubur nantinya


4. Buat ibu-ibu yang berkarir, "is it worthed?" sekian juta sebagai pengganti waktu dengan buah hati?

Bila kita menanyakan "Siapa ibu de-facto anak-anak masa kini?". Mungkin 'pembantu', 'babysitter' adalah jawaban yang tepat. Anak-anak main dengannya, tidur dengannya, bercengkerama dengannya, disuapi makan olehnya dan bahkan disusui olehnya. Dengan alasan nafkah padahal sebenarnya bisa kalau diusahakan dengan cara lain semisal menjadi womenpreneur, penulis, dosen, dll sayangnya mereka lebih menerjunkan diri pada dunia kerja yang tak berkesudahan. Pergi saat buat hati masih tidur, dan pulang ketika mereka telah tidur

Jangan salahkan pembantu dan babysitter ketika anaknya nantinya justru menangis saat ditinggal pembantu atau babysitter daripada ditinggal ibunya

Maksimal dalam mendidik anak bukan masalah materi. Tapi masalah ilmu yang kita berikan untuk dia. Jangan sampe nyesel di belakang karena tidak memberikan pendidikan yang maksimal

Ala kulli hal, bagi ibu -calon ibu- dan anak-anaknya. Patut kiranya kita mengetahui bahwa jasa ibu tak akan dapat dibalas oleh anak-anaknya. Simak hadits berikut :

Suatu ketika Rasul ditanya oleh seseorang : "Ya Rasul, sungguh saya telah menggendong ibu saya sejauh 2 farsakh (9,6 kilometer) di jalan berpasir yang terik, andai atas pasir itu diletakkan sepotong daging niscaya matang daging itu. Apakah dengan begitu saya yang menyampaikan rasa terima kasih saya kepadanya?", Nabi menjawab, "Mungkin hal itu baru bisa membalas sedikit rasa sakitnya saat bunda melahirkanmu" (HR. Thabrani)

Semoga sayang kita kepada kedua orangtua khususnya ibu menjadi lebih termaknai, dan semoga persiapan menjadi ibu serta mendidik anak semakin baik


--- Diah Murwati ---

Follow me on twitter @dityDM

Sabtu, 12 Oktober 2013

Dan Bersyukurlah…



Dalam pemikiran sederhana saya, kehidupan di dunia ini sesungguhnya pergantian antara saat untuk bersyukur dan bersabar. Kehidupan manusia itu kan seperti roda yang berputar, terkadang berada di atas (kaya raya, terkenal, banyak teman, juara lomba ini itu, jabatan tinggi, harta berlimpah, memiliki kekuasaan, dan kadang berada di bawah (kemiskinan, kekalahan, fitnah, hilangnya jabatan dan kekuasaan, dan seterusnya).

Saat kita mendapat nikmat dan kesenangan, di situlah waktu kita bersyukur, dan di saat kita menerima ujian dan cobaan, di situlah kita bersabar. Tapi menariknya, kalau kata “bersabar” ini diturunkan dan diperlebar lagi pengertiannya, sebenarnya sabar saat menerima segala ujian dan cobaan itu kan yaa nama lain dari bersyukur.

Mengapa kita harus tetap bersyukur bahkan di saat diberikan ujian? Pertama, karena ilmu manusia itu terbatas. Saat kita diberikan cobaan, kita melihatnya sebagai hal buruk, padahal belum tentu. Mungkin saja akan ada hikmah dan manfaat dari hal tersebut. Penglihatan manusia hanya sebatas ilmu yang dimiliki, tidak lebih. Sementara ilmu pengetahuan yang dimiliki Allah SWT seluas langit dan bumi, bahkan lebih.




Jadi mungkin saja dalam pandangan manusia ujian yang diterimanya itu buruk, padahal menurut pandangan Allah itulah yang terbaik, dan begitu juga sebaliknya. Dia-lah yang paling mengetahui keadaan hamba-hambaNya.

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] :216)

Misalkan kita menerima cobaan tidak bisa masuk ke universitas yang diinginkan, kita kesal dan dongkol setengah mati karena merasa sudah habis-habisan belajar dan mempersiapkan diri agar diterima di Universitas tersebut. Padahal kita tidak tahu bahwa mungkin saja Allah punya rencana lain. Dia tidak menempatkan di Universitas A, tapi ditempatkan di Universitas B, dan akhirnya justru kita sangat bersinar di sana.

Kedua,  yang namanya ujian itu adalah media untuk kenaikan tingkat. Di sekolah, pasti setiap semester ada yang namanya ujian kenaikan kelas, ujian semester, atau apapun namanya, yang pasti tujuannya untuk naik kelas.

Kalau nggak ada ujian yaa jangan harap naik kelas! Nah sama halnya adanya cobaan dan ujian yang kita hadapi dalam hidup ini, itulah yang akan menaikkan tingkatan kita

Terkadang kita merasa bahwa kita-lah orang yang paling berat cobaannya di muka bumi ini. Ternyata jauh lebih banyak orang-orang yang memiliki kehidupan tidak seberutung kita. Contoh mudahnya lihat sekeliling kita, masih banyak fakir miskin di negara ini, anak-anak jalanan yang tidak terurus, orang tua yang tidak memiliki tempat tinggal, dll.

Saya pun bersyukur atas semua karunia dan kenikmatan yang telah Allah berikan, dan di sisi lain juga bersyukur atas semua cobaan dan ujian yang diberikan-Nya, meskipun terkadang terasa berat untuk menjalaninya.

Tapi bukankah Dia Yang Maha Kuasa telah menyampaikan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah [2] : 286) bahwa Allah SWT tidak akan memberikan cobaan dan ujian yang melebihi kemampuan kita? Jadi, nikmati saja segala warna warni perjalanan hidup ini dengan penuh syukur ^_^




--- Diah Murwati ---

Follow me on twitter @dityDM

Sabtu, 21 September 2013

Ibu, Madrasah Pertamaku



Berbicara tentang peran Ibu kembali mengingatkanku ketika awal dimana saya harus tinggal jauh dari kedua orang tua & kedua adik laki-laki yang teramat kusayangi. Ketika itu saya baru memulai hidup baru yang tentunya berbeda dengan kehidupan sebelumnya yaitu awal masuk perkuliahan. Well, bagaimanapun juga semua harus dihadapi karena di sinilah titik dimana kemandirian terbentuk dimana saya harus memikul tanggungjawab yang besar, yaitu menjaga diri sendiri, menjaga amanah rumah ayah bunda & menjaga prestasi selama kuliah ketika jauh dari kedua orang tua.

Perpisahan membuat saya lebih mandiri dari sebelumnya. Ya, semua berawal saat Ayah mendapatkan amanah tugas dinas ke kawasan Manokwari, Papua Barat selama ± 4 tahun. Oleh karena itu, Ibu & adik pun menemani Ayah ke Manokwari, Papua sementara saya tetap tinggal di Jakarta & mengemban tanggungjawab sebagai salah satu mahasiswi di Universitas Indonesia.

Ketika malam hadir selalu saja saya merindukan kehadiran Ibu di sisi. Ya, hidup di Jakarta seorang diri pada saat itu cukup berat. Teringat dulu di kampus jika saya kangen dengan Ibu & tidak dapat menghubungi Beliau dikarenakan keterbatasan sinyal di kawasan Papua saya mendengarkan sebuah lagu yang penuh makna disertai kerinduan yang sangat dirasakan saya pada sosok Ibu.

Pada bagian lirik lagu itu dikatakan bahwa “sedari kecil hingga dewasa, Ibu menjaga, membelai penuh manja”. Sebuah gambaran yang menunjukkan betapa besarnya peran seorang Ibu pada anaknya dalam berbagai aspek kehidupan. Ketika dalam kandungan, Sembilan bulan lamanya seorang anak diasuh, dirawat dengan penuh kehati-hatian. Ketika sedang mengandung seorang Ibu senantiasa menjaga sikap, emosi, makanan, kesehatan dan hal lainnya. Semua itu dilakukan karena seorang Ibu tidak ingin anak yang sedang dikandungnya mendapatkan dampak buruk dari kecerobohan yang dilakukan.

Dalam bersikap seorang Ibu yang sedang hamil terlihat lebih santun & sabar, hal itu dikarenakan sang Ibu pun sadar bahwa sejak dalam kandungan dia sudah mulai mendidik anaknya. Di saat sang Ibu marah, anak yang dalam kandungan pun merespon marah tersebut dan berdampak tak baik bagi perkembangan otak anak. Demikian juga saat sang Ibu membaca Al-Quran, maka anak di dalam kandungan pun meresponnya dengan baik pula. Kalangan ahli kedokteran dan ilmu jiwa menyarankan agar mendidik anak diawali dari saat dalam kandungan. Maka tidaklah salah jika seorang Ibu merupakan madrasah pertama bagi anaknya.

Menjadi sosok mulia penuh cinta, seorang Ibu menjadi tumpuan utama dalam mencetak generasi tangguh, cerdas dan berakhlak mulia yang akan memunculkan sebuah harapan untuk memimpin umat ini di masa yang akan datang. Sebagai madrasah yang tentunya banyak ilmu yang disampaikan dan diajarkan, seorang Ibu haruslah memiliki wawasan keilmuan yang luas. Di sanalah seorang anak pertama kali belajar bersikap, belajar mengenal Tuhannya, belajar mengenal apa yang ada di sekitarnya, semua berawal dari madrasah itu. Ibu sebagai lembaga pendidikan tentunya harus dipersiapkan dengan baik. Seperti kutipan dari perkataan Ahmad Syauqi bahwa,”Seorang wanita (Ibu) adalah lembaga pendidikan, yang jika ia benar-benar mempersiapkan dirinya, berarti ia telah mempersiapkan sebuah generasi yang digdaya”. Maka wajiblah jika seperti itu kepada seluruh wanita untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Tanpa ilmu dan pemahaman yang benar mungkin generasi tangguh, cerdas dan berakhlak mulia tidak akan pernah terwujud selama-lamanya.

Namun saat ditengok pada realita yang ada, masih banyak para wanita yang tidak menganggap penting sebuah pendidikan dirinya. Mereka berpendapat, “buat apa sekolah tinggi-tinggi toh kalau nantinya cuma jadi Ibu rumah tangga?” atau ada juga mereka yang bersemangat mengejar gelar pendidikan tingginya namun dengan tujuan  untuk kepentingan karirnya saja. Sehingga ketika memiliki seorang anak dia sangat mudah mengalihkan fungsi Ibu yang seharusnya diperankan olehnya kepada seorang pembantu yang biasanya tidak begitu diperhatikan latar belakang pendidikannya, oleh karena itu waktu untuk anak pun sangat terbatas bahkan mungkin tidak ada. Tidak aneh jadinya ketika melihat seorang anak yang sangat sulit diarahkan atau bahkan terjerumus dalam pergaulan bebas yang menghancurkan masa depannya. Hal itu menjadi salah satu akibat kurangnya kasih sayang yang diberikan kedua orangtua khususnya seorang Ibu.

Hmm… sungguh disayangkan sekali realita yang terjadi saat ini, ketidakpahaman yang berujung pada kesalahpahaman dalam memandang pendidikan berimbas pada nasib generasi masa depan.

Ketahuilah wahai para wanita, sungguh derajat muliamu sudah ditinggikan posisinya oleh Allah SWT, seperti dalam hadist nabi Muhammad SAW, dari Abu Hurairah berkata : “Datang seseorang kepada rasulullah lalu bertanya : Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk saya berbuat baik padanya? Rasulullah menjawab : Ibumu, Dia bertanya lagi : Lalu siapa? Rasulullah menjawab: Ibumu, Dia pun bertanya lagi : Lalu Siapa? Rasulullah kembali menjawab: Ibumu, lalu dia bertanya lagi: Lalu siapa? Rasulullah menjawab: Bapakmu.’ (HR.Bukhari: 5971, Muslim: 2548). Wahai wanita, mulianya engkau hingga diulang tiga kali Nabi Muhammad SAW menyebutmu sebelum ayah setelah itu.

Saudariku yang insya Allah di kemudian hari akan menjadi seorang Ibu, menjadi seorang Ibu, menjadi Ibu rumah tangga bukanlah pekerjaan rendahan bahkan hina. Sungguh itulah pekerjaan muliamu yang membuka peluang bagimu mendulang pahala sebagai tabungan akhiratmu. Dengannya engkau dapat memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi tangguh, cerdas dan berakhlak mulia bagi bangsa dan juga agama. Ilmu yang engkau dapatkan dari pendidikan formal sampai tingkat tertinggi pun tak akan menjadi sebuah kesia-siaan karena dengannya engkau dapat berbagi dengan anakmu kelak sehingga dia menjadi sosok unggul di masa depannya. Mulia dan sangat berarti peran seorang Ibu

Untuk mengakhiri tulisan ini, ingin kusampaikan bahwa tanpamu (Ibu) mungkin aku tak bisa menulis sepanjang ini, tak bisa ku mengenal Allah SWT sebagai Tuhanku seperti sekarang ini. Engkaulah yang pertama kali mengenalkan semua itu padaku, kau ajarkan dengan kesabaranmu. Ibu, sungguh kaulah madrasah pertama bagiku.

Sedikit ku selipkan dua lagu Indah pada penutup tulisan ini tentang sosok Ibu untuk mengingat akan jasa-jasanya dan sebagai penawar rasa rindu padanya.

Doa Untuk Ibu

Kau memberikanku hidup
Kau memberikanku kasih sayang
Tulusnya cintamu, Putihnya kasihmu
Takkan pernah terbalaskan

Hangat dalam dekapanmu
Memberikan aku kedamaian
Eratnya pelukmu Nikmatnya belaimu
Takkan pernah terlupakan

Oh Ibu…
Terimakasih untuk kasih sayang yang tak pernah usai
Tulusnya cintamu tak akan mampu untuk terbalaskan

Oh Ibu…
Semoga Tuhan memberikan kedamaian dalam hidupmu
Putih kasihmu akan abadi dalam hidupku 

 ***

 Kasihnya Ibu

Kasihnya Ibu tulus sejati
Seperti Rasul taatnya pada Ilahi
Ikhlas suci kekal abadi
Kasihnya tak dapat ditukar ganti

Sedari kecil, hingga dewasa
Ibu menjaga, membelai penuh manja
Sabar tanpa penat dan lelah
Karena kewajiban dan amanah

Kini engkau telah dewasa
Hati Ibu mesti dijaga
Jangan jadi anak durhaka
Kasihnya Ibu membawa ke Surga


Follow me on twitter @dityDM


Senin, 05 Agustus 2013

RAMADHAN SEBAGAI MOMENTUM AKSELERATOR



Assalamu’alaikum sahabat-sahabat semua !  ^_^

Gimana puasanya lancar semua? Tidak terasa ya sudah 20 hari lebih Bulan Ramadhan kita lalui. Semoga semangat ibadah kita tidak kendor, bahkan terus meningkat ! Kalau dibaratkan seperti piala dunia nih, sekarang kita sudah memasuki masa-masa semifinal menuju final, dimana semakin sedikit yang masih mampu bertahan untuk terus giat beribadah.

Agar kita semua tetap semangat dan bisa masuk ke babak final dari Bulan Ramadhan ini, maka topik tulisan kali ini adalah tentang kehebatan Bulan Ramadhan yang mampu berfungsi sebagai akselerator atau percepatan. Bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan percepatan karena begitu banyak hikmah yang bisa didapatkan.

Allah sangat dermawan dalam memberikan bonus pahala beribu-ribu kali lipat dan di sisi lain Dia juga memberikan fasilitas mengunci setan-setan yang biasa mengganggu manusia. Nabi Muhammad s.a.w., bersabda, “Apabila datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.’  (HR. Bukhari)

Seperti sebuah sekolah yang memiliki kelas percepatan, anak yang seharusnya lulus dalam masa 3 tahun, bisa dipercepat menjadi 2 tahun saja. Sama halnya dengan Bulan Ramadhan, cucuran rahmat dan kasih sayang Allah SWT pada bulan ini begitu besar sehingga bisa mempercepat pencapaian amal baik dan pahala kita yang tidak mungkin dicapai di bulan biasa.

Percepatan yang pertama didapatkan dari berpuasa selama sebulan penuh ini. Bulan Ramadhan adalah bulan latihan, bulan penempaan, dimana ujian yang sesungguhnya adalah 11 bulan selanjutnya. Puasa adalah ibadah yang sangat spesial, karena balasan bagi tiap orang berbeda dan Allah sendiri lah yang akan langsung memberikan reward kepada hamba-Nya. Sesuai di dalam Hadist Qudsi : 

Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalaskannya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semana-mata karena Aku.”

Berpuasa di Bulan Ramadhan bukan hanya menahan diri dari tidak makan dan minum, tapi juga berpuasa dari membicarakan orang lain, berpuasa dari emosi yang meledak-ledak, berpuasa dari hal-hal yang tidak disenangi Allah, berpuasa dari ghibah dan mendengarkan hal-hal yang tidak baik, dan seterusnya. Berpuasa adalah media terhebat penempaan jasmani dan rohani, yang bertujuan menjadikan pribadi yang lebih baik dibanding sebelumnya. Puasa akan melahirkan manusia baru dengan kepribadian yang tangguh.

Percepatan yang kedua adalah segala amal ibadah kita akan dilipatgandakan oleh Allah. Shalat sunnah di bulan Ramadhan bernilai seperti shalat fardhu, dan shalat fardhu bernilai 70 kali shalat fardhu di bulan lain. Ibadah-ibadah lain seperti membaca Al-Quran, sedekah, dan lain-lain pun mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda karena Ramadhan adalah bulan terbaik untuk beribadah kepada Allah SWT. 

“Sebaik-baik sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi)

Selain itu, Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia karena bulan inilah diturunkannya Al-Qur’an. 

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)….”  (QS. Al-Baqarah :185)

Karena itu, perbanyaklah membaca Al-Qur’an, kalau perlu buat target, minimal di Bulan Ramadhan ini khatam satu kali insya Allah dengan optimis pasti bisa! Tapi jangan optimisnya saja, harus action juga.

Percepatan yang ketiga adalah pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang sangat agung bernama Lailatul Qadr. Ini merupakan salah satu akselerator tercepat dalam mendapatkan pahala dan kebaikan. Di dalam surat Al-Qadr dijelaskan bahwa satu malam ini memiliki kebaikan lebih dari seribu bulan. Segala ibadah dan amal ibadah kita di malam tersebut akan dilipatgandakan pahalanya seolah-olah beribadah selama 1000 bulan.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr :1-5)

Subhanallah… Dahsyat! Satu malam lebih baik dibandingkan seribu bulan ! kalau dihitung secara matematis (namanya juga manusia, kadanng suka nggak mau rugi hehehe…), 1000 bulan itu setara dengan 83,3 tahun! Kita saja nggak tahu apa akan diberikan umur panjang hingga 83 tahun, tapi Allah Ar-Rahman memberikan keutamaan bagi siapa saja yang melakukan ibadah pada malam itu, maka seolah-olah dia telah beribadah kurang lebih 83,3 tahun.

Lailatul Qadr itu bukan sebagai tujuan, namun lebih sebagai alat dengan tujuan akhir adalah menjadi pribadi yang lebih bertakwa dan mendapatkan keridhaan Allah. Lailatul Qadr  diberikan Allah sebagai insentif yang sebenarnya bertujuan agar kita terbiasa melakukan ibadah dan menghidupkan malam-malam untuk beribadah kepada Sang Pemilik Alam Semesta. Kalau kita sudah terbiasa menghidupkan malam dengan ibadah, maka otomatis ada atau tidak ada bonus, ibadah tetap dilakukan.

Ilustrasinya seperti orangtua yang memberikan mainan kepada anaknya jika juara kelas. Mungkin di awal, sang anak akan bersemangat karena mainan itulah tujuannya. Tapi sebetulnya tanpa disadari semangat berkompetisi untuk menjadi juara telah tumbuh di anak tersebut dan lama kelamaan hadiah sudah tidak menjadi penting lagi bagi dia. Ada atau tidak ada hadiah, sang anak akan tetap berusaha menjadi juara kelas.
Hakikat dari seluruh ibadah yang kita kerjakan dalam bulan Ramadhan adalah dalam rangka membersihkan jiwa (tazkiyah an-nafs) untuk betul-betul menjadi pribadi yang bertakwa (muttaqin). Secara bahasa, takwa berarti menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam Surat Adz-Dzariyat dijelaskan tentang cirri-ciri orang yang bertakwa beserta balasannya.

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (Surga) dan mata air-mata air. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang tidak mendapat bagian.”  (QS. Adz-Dzariyat : 15-19)

Ciri yang pertama orang yang bertakwa adalah orang-orang yang suka berbuat ihsan atau kebaikan. Lalu ciri selanjutnya dari orang yang bertakwa dalam ayat tersebut adalah orang yang menghidupkan waktu malamnya dengan beribadah (bertahajud, i’tikaf, membaca Al-Qur’an, dll), orang yang selalu beristigfar, orang yang gemar bersedekah dan mengeluarkan sebagian hartanya ada hak untuk kaum fakir miskin. Semoga kita semua termasuk ke dalam ciri-ciri tersebut.

Akhirnya sebagai penutup, Ramadhan akan segera berakhir, ayo segera perbanyak ibadah kita. Semoga kita diberikan kekuatan oleh Allah untuk mengisi hari-hari Bulan Ramadhan ini dengan memperbanyak amal saleh untuk menggapai predikat menjadi orang yang bertakwa.

Mari kita semua kencangkan sabuk pengaman dan bersiap take-off untuk beribadah !

Salam Ramadhan Kareem   ^_^


Pelajaran Hidup di Stasiun Jatinegara





Ketika pulang tugas kantor dari Bandung naik Kereta Argo Gede yang saya tumpangi dari Stasiun Bandung perlahan-lahan memasuki stasiun Jatinegara. Para penumpang yang akan turun di Jatinegara saya lihat sudah bersiap-siap di depan pintu, karena sudah di jemput oleh keluarga. Suasana stasiun Jatinegara penuh sesak seperti biasa. Kali ini saya berencana turun di stasiun Gambir karena ingin mengantar dokumen ke kantor teman saya di sana. Maka saya urungkan turun di stasiun tersebut.

Sementara itu, dari jendela, saya lihat beberapa orang porter/buruh angkut berlomba lebih dulu masuk ke kereta yang masih melaju. Mereka berpacu dengan kereta, persis dengan kehidupan mereka yang terus berpacu dengan tekanan kehidupan kota Jakarta. Saat kereta benar-benar berhenti, kesibukan penumpang yang turun dan porter yang berebut menawarkan jasa kian kental terasa. Sementara di luar kereta saya lihat kesibukan kaum urban yang akan menggunakan kereta. Mereka kebanyakan berdiri, karena fasilitas tempat duduk kurang memadai. Sebuah lagu lama PT. KAI yang selalu dan selalu diputar dengan setia.

Tiba-tiba terdengar suara anak kecil membuyarkan keasyikan saya mengamati perilaku orang-orang di stasiun Jatinegara. Saya lihat seorang bocah berumur sekitar 10 tahun berdiri di samping saya. Kondisi fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang berat baginya.

Kulitnya hitam dekil dengan baju kumal dan robek-robek di sana-sini. Tubuhnya kurus kering tanda kurang gizi. “Ya?” Tanya saya kepada anak itu karena konsentrasi saya tadi melihat orang-orang di luar kereta. “Maaf, apakah air minum itu sudah tidak Ibu butuhkan ?” katanya dengan penuh sopan sambil jarinya menunjuk air minum di atas tempat makanan dan minum samping jendela. Pandangan saya segera mengikuti arah telunjuk si bocah. Oh, air minum dalam kemasan gelas dari katering kereta yang tidak saya minum. Saya bahkan sudah tidak peduli sama sekali dengan air itu. Semalam saya hanya minta air minum dalam kemasan gelas untuk jaga-jaga dan menolak nasi yang diberikan oleh pramugara. Perut saya sudah cukup terisi dengan makanan di kawasan sekitar Bandung.

“Tidak, Kamu mau ? Nih…” kata saya sambil memberikan air minum kemasan gelas kepada bocah itu. Diterimanya air itu dengan senyum simpul. Senyum yang tulus.

Beberapa menit kemudian, saya lihat dari balik jendela kereta, bocah tadi berjalan beririringan dengan 3 orang temannya. Masing-masing membawa tas kresek di tangannya. Ke empat anak itu kemudian duduk melingkar di lantai emplasemen. Mereka duduk begitu saja. Mereka tidak repot-repot membersihkan lantai yang terlihat kotor. Masing- masing kemudian mengeluarkan isi tas kresek masing-masing.


Setelah saya perhatikan, rupanya isinya adalah “harta karun” yang mereka temukan di atas kereta. Saya lihat ada roti yang tinggal separoh, jeruk medan, juga separuh; sisa nasi catering kereta, dan air minum dalam kemasan gelas !

Selanjutnya dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka dari kereta. Saya lihat bocah paling besar menciumi nasi bekas catering kereta untuk memastikan apakah sudah basi atau belum. Tanpa menyentuh sisa makanan, kotak nasi itu kemudian disodorkan pada temannya. Oleh temannya, nasi sisa tersebut juga dibaui. Kemudian, dia tertawa dengan penuh gembira sambil mengangkat tinggi-tinggi sepotong paha ayam goreng. Saya lihat, paha ayam goreng itu sudah tidak utuh. Nampak jelas bekas gigitan seseorang.


Tapi si bocah tidak peduli, dengan lahap paha ayam itu dimakannya. Demikian juga makanan sisa lainnya. Mereka makan dengan penuh lahap. Sungguh, sebuah “pesta” yang luar biasa. Pesta kemudian diakhiri dengan berbagi air minum dalam kemasan gelas !


Menyaksikan itu semua, saya jadi tertegun. Saya lihat sendiri persis di depan mata, potret anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari kerasnya kehidupan Jakarta. Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini. Esok adalah mimpi dan misteri.


Cita-cita ? Masa Depan ? Lebih absurd lagi bagi mereka...


Bagi saya pribadi, pelajaran berharga yang saya petik adalah bahwa saya harus makin pandai bersyukur atas segala rejeki dan nikmat yang Allah berikan. Dan tidak lagi memandang sepele hal yang nampak sepele, seperti misalnya: air minum kemasan gelas. Karena bisa jadi sesuatu yang bagi kita sepele, bagi orang lain sangat berarti.


---Diah Murwati---
Follow me on twitter @dityDM