Selamat Datang di Taman Hatiku ^_^

Here on my blog, just try to share everything just crossed my minds, my thoughts, my feelings, my experience, and my knowledge, because I'm sure I can learn something when I'm share something. That's called "Spirit of Learning by Sharing"


"Kesulitan tidak akan begitu sulit jika kita mengatasinya sedikit demi sedikit. Selain itu semakin cepat kita menyadari hikmah yang kita peroleh dari pengalaman itu, maka semakin mudah bagi kita untuk menghadapinya"

^Diah Murwati^

Mengenai Saya

Foto saya
Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang anak yang sangat mencintai kedua orangtua saya. Saya hanya seorang kakak yang sangat mencintai kedua adik-adik saya dan Saya ingin membuat mereka bangga karena memiliki saya.. itu saja. Cukuplah Al Qur'an sebagai teman, Syukur-lkhlas-sabar sebagai pengiring, dan Kematian sebagai peringatan. Semoga Allah meridhai.. "Life is not to receive, but it's about a gift" Tumbuh dan mencintalah! Semoga napas yang kumiliki bisa bernilai untuk napas-napas yang lain... ^_^ Jika ini adalah sebuah perjalanan jauh, maka akan kupacu diriku tanpa mengenal lelah, belajar mengarungi hidup seperti air yg mengalir, menciptakan atmosfer yg penuh kasih sayang sebagai tempat bersandar bagi orang yg kelelahan layaknya Fillicium, Insya Allah... I learned a lot from my family, my friends and life it self. My hope: I want to be a big people who have high integrity, eclectic and useful for wide society, or other name "khoirun nas anfa'uhum lin nas". Aamiin..

Senin, 01 Februari 2010

Ketika Matahari Sepenggalah

by Diah Murwati

Pagi belum lagi beranjak, tapi kehidupan sudah lama tampak. Matahari masih bersembunyi, bukan di balik gunung, tapi di balik kabut pagi dan asap kendaraan yang mulai banyak. Beginilah suasana Kota Jakarta, mungkin juga kota-kota lainnya.

Orang berduyun-duyun meninggalkan tempat tinggalnya, menuju tempat beraktivitas masing-masing; sekolah, kantor, dan pasar, yang kebetulan semua terkonsentrasi di pusat kota. Semua berjibaku. Semua bersecepat. Jalanan pun menjadi macet. Bunyi klakson bersahutan. Derum motor dan mobil bergantian, sesekali diselingi umpatan. Banyak juga yang menggerutu diam-diam. Tidak sedikit yang sekadar menghela napas panjang secara berulang, kemudian berubah menjadi dengusan.

Mengapa dunia menjadi terlihat sedemikian menyebalkan?
Padahal, matahari masih sepenggalah?
Padahal hari baru saja dimulai?
Rasanya semua menjadi salah dan menjengkelkan. Terjebak di tengah kemacetan, suasana rumah sebelum berangkat pun tergambar: bangun kesiangan, berebut kamar mandi, baju belum diseterika, sarapan pun belum sempat. Akhirnya berangkatlah terburu-buru dengan dada disesaki kekesalan. Bersegara berangkat dengan harapan bisa lepas dari keributan kecil di rumah, selain juga karena ingat masih ada tugas yang belum diselesaikan, masih belum belajar untuk ulangan, ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini, atau ada presentasi yang belum disiapkan. Aduh, pusiiiing!

Tetapi?
Tampaknya, cita-cita itu tidak bakal terwujud. Kekesalan yang dibawa dari rumah tidak hilang, malah bertambah. Kemacetan di sepanjang jalan malah semakin membuat bete. Berjubelnya kereta membuat diri lecek luar dalam: fisik dan hati. Tiba di tujuan, mood sudah hilang. Lesu, capek, muka berlipat, dan jengkel.

Bagaimana mungkin tiba di kantor dengan kondisi seperti ini bisa bekerja dengan nyaman dan menjalankan tugas dengan baik? Bagaimana mungkin tiba di sekolah atau kampus dalam mood seperti ini bisa belajar dengan efektif?

Matahari masih sepenggalah, tetapi rasanya dunia sudah sedemikian kelam dan mendung. Jika saja seperti ini: tiba di tempat tujuan, kita luangkan sedikit waktu untuk menuju toilet, membersihkan diri, membenahi dandanan, dan merapihkan pakaian. Jangan lupa basuh wajah, tangan, dan rambut. Lebih baik lagi berwudhu yang sejuk sedikit menurunkan suhu jiwa dan raga yang panas. Kemudian, menuju mushala, sejenak mendirikan shalat dhuha. Dua rakaat pun cukup. Hati pun tenang, kondisi stabil, dan niat kembali tertata. Mental kita pun siap mengerjakan dan menghadapi tugas-tugas yang menghadang hingga kita bisa mengerjakan semua dengan maksimal. Jika demikian, masihkah mendung tergambar di wajah kita?

Terakhir, mungkin ini bisa menjadi pengingat dan penambah semangat dari Nuwas bin Sam’an r.a bahwa Rasulullah bersabda, Allah berfirman, “Wahai anak Adam, sembahyanglah engkau empat rakaat pada permulaan siang (shalat dhuha), niscaya kucukupi kebutuhanmu sore harinya” (H.R. Turmudzi)

Aha! Siapa yang tidak mau dijamin rezekinya oleh Allah?

^Diah Murwati^
-Proses Perubahan Untuk Menjadi Pribadi Unggul-
^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar